Jumlah es yang menurun membuat krill, makanan para penguin juga menurun drastis
Jumlah es yang menurun membuat krill, makanan para penguin juga menurun drastis. Pasalnya, krill hidup dengan memakan ganggang yang tumbuh di bawah bongkahan es. (paraorkut.com)
Setiap tahun, sejak 1979, Wayne Trivelpiece dan Susan Trivelpiece, peneliti dari Antartic Ecosystem Research Division National Oceanic Atmospheric Association (NOAA) mendokumentasikan udara di kawasan semenanjung barat Antartika, di sekitar laut Scotia. Tujuannya, mereka ingin mengamati siklus migrasi, makan, dan berketurunan penguin adelie dan chinstrap yang populasinya terus menurun dan bahkan ada pula yang punah.
Setelah mendapat data selama 30 tahun dari sejumlah tempat di sekitar Antartika, peneliti menyimpulkan bahwa penguin terancam tidak hanya karena ruang gerak mereka menyempit, tetapi juga karena kelaparan. Sebagai informasi, kawasan di laut Scotia merupakan kawasan yang suhunya naik paling cepat di planet Bumi. Sejak 50 tahun terakhir, suhu di kawasan itu telah naik antara 5 sampai 6 derajat Celcius. Dampaknya, jumlah es yang ada di kawasan itu jauh berkurang. Demikian pula durasi keberadaan es.
Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, Trivelpiece dan rekan-rekannya menyebutkan, penurunan jumlah krill, hewan laut serupa udang yang merupakan makanan penguin merupakan penyebab turunnya populasi penguin adelie dan chinstrap hingga 2,9 dan 4,3 persen per tahun.
Dari penelitian lebih lanjut, ternyata larva krill sangat bergantung dengan keberadaan es di laut sama halnya seperti penguin adelie (penguin chinstrap justru lebih menghindari es). Krill hidup dengan memakan ganggang yang tumbuh di bagian bawah bongkahan es. Adapun dari pengamatan satelit, jumlah krill sejak tahun 1981 telah menurun hingga 80 persen.
“Anjloknya populasi penguin adalah karena tingginya kematian anak-anak penguin. Pasalnya, setelah induk penguin pergi mencari makan, anak-anak mereka berdiam menunggu sebelum ikut terjun ke laut mencari krill yang jumlahnya sudah semakin menipis,” kata Trivelpiece, seperti dikutip dari Sciencemag, 18 April 2011.
Tanpa bimbingan, kata Trivelpiece, kemungkinan mereka mengetahui apa yang harus dilakukan atau berhasil menemukan krill sangat rendah. Dalam beberapa tahun, hanya 10 persen penguin muda yang kembali ke darat setelah pergi mencari makan. Pada 1970-an, angkanya mencapai 50 persen.
Setelah mendapat data selama 30 tahun dari sejumlah tempat di sekitar Antartika, peneliti menyimpulkan bahwa penguin terancam tidak hanya karena ruang gerak mereka menyempit, tetapi juga karena kelaparan. Sebagai informasi, kawasan di laut Scotia merupakan kawasan yang suhunya naik paling cepat di planet Bumi. Sejak 50 tahun terakhir, suhu di kawasan itu telah naik antara 5 sampai 6 derajat Celcius. Dampaknya, jumlah es yang ada di kawasan itu jauh berkurang. Demikian pula durasi keberadaan es.
Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, Trivelpiece dan rekan-rekannya menyebutkan, penurunan jumlah krill, hewan laut serupa udang yang merupakan makanan penguin merupakan penyebab turunnya populasi penguin adelie dan chinstrap hingga 2,9 dan 4,3 persen per tahun.
Dari penelitian lebih lanjut, ternyata larva krill sangat bergantung dengan keberadaan es di laut sama halnya seperti penguin adelie (penguin chinstrap justru lebih menghindari es). Krill hidup dengan memakan ganggang yang tumbuh di bagian bawah bongkahan es. Adapun dari pengamatan satelit, jumlah krill sejak tahun 1981 telah menurun hingga 80 persen.
“Anjloknya populasi penguin adalah karena tingginya kematian anak-anak penguin. Pasalnya, setelah induk penguin pergi mencari makan, anak-anak mereka berdiam menunggu sebelum ikut terjun ke laut mencari krill yang jumlahnya sudah semakin menipis,” kata Trivelpiece, seperti dikutip dari Sciencemag, 18 April 2011.
Tanpa bimbingan, kata Trivelpiece, kemungkinan mereka mengetahui apa yang harus dilakukan atau berhasil menemukan krill sangat rendah. Dalam beberapa tahun, hanya 10 persen penguin muda yang kembali ke darat setelah pergi mencari makan. Pada 1970-an, angkanya mencapai 50 persen.
Kondisi ini berbeda dengan spesies penguin Gentoo. Mereka mengajak anak-anak mereka berburu sebelum melepas anak-anak mencari makan tanpa dibimbing. “Ini membuat jumlah penurunan populasi penguin Gentoo tidak terlalu drastis,” ujar Trivelpiece.
0 komentar:
Posting Komentar