Zebra jantan tidak memiliki rasa toleran terhadap anak kuda yang bukan keturunannya
Zebra jantan mengawini seluruh betina di dalam kelompoknya dan ia tidak memiliki toleransi terhadap anak kuda yang bukan keturunannya. (animalpapper.com)
Untuk menghindari perkawinan sedarah (inbreeding), petugas kebun binatang kadang memasukkan kuda zebra jantan baru ke dalam kelompok zebra. Namun ternyata, dari penelitian, langkah ini bukanlah solusi yang baik.Dalam sebuah riset, Ludek Bartos, peneliti dari Institute of Animal Science di Republik Ceko melaporkan pada jurnal Behavioral Ecology and Sociobiology bahwa praktek memasukkan pejantan ke dalam kelompok zebra meningkatkan kemungkinan matinya anak kuda.
Seperti diketahui, zebra jantan mengawini seluruh betina di dalam kelompoknya dan ia tidak memiliki toleransi terhadap anak kuda yang bukan keturunannya.Pada penelitian sebelumnya, Bartos dan rekan-rekannya mengungkapkan bahwa sebagian besar anak kuda tidak dibunuh oleh pejantan baru, namun mati saat masih dalam kandungan.“Jika pejantan baru dibawa masuk ke dalam kawanan sesaat setelah seekor zebra betina hamil, peluang anak kuda itu bisa selamat hanya di bawah 5 persen,” kata Bartos, seperti dikutip dari BBC, 18 April 2011. “Kemungkinan hidup naik menjadi di atas 60 persen jika anak kuda sudah berusia satu bulan,” ucapnya.
Bartos yakin bahwa zebra - dan juga kuda peliharaan - memiliki strategi aborsi serupa. Ia dan timnya yakin bahwa kuda betina bisa ‘mengambil keputusan’ untuk menghentikan kehamilan.Aborsi yang dipicu oleh zat kimia alami merupakan fenomena yang sudah diketahui di dunia biologi. Fenomena yang disebut dengan efek Bruce telah diamati khususnya pada tikus di mana bau urin pejantan menyebabkan kehamilan tikus betina berhenti.
Meski mekanisme di balik tingginya tingkat aborsi pada zebra dan kuda pada umumnya belum diketahui, namun Bartos yakin bahwa temuannya mengungkapkan pesan yang sangat penting pada pemerhati kuda.“Praktek membawa kuda betina untuk inseminasi buatan atau membawa zebra jantan ke dalam kawanan kuda bukanlah tindakan yang benar,” ucap Bartos. “Praktek-praktek tersebut kemungkinan merupakan alasan penyebab tingginya persentase gangguan kehamilan pada kuda,” ucapnya.
Seperti diketahui, zebra jantan mengawini seluruh betina di dalam kelompoknya dan ia tidak memiliki toleransi terhadap anak kuda yang bukan keturunannya.Pada penelitian sebelumnya, Bartos dan rekan-rekannya mengungkapkan bahwa sebagian besar anak kuda tidak dibunuh oleh pejantan baru, namun mati saat masih dalam kandungan.“Jika pejantan baru dibawa masuk ke dalam kawanan sesaat setelah seekor zebra betina hamil, peluang anak kuda itu bisa selamat hanya di bawah 5 persen,” kata Bartos, seperti dikutip dari BBC, 18 April 2011. “Kemungkinan hidup naik menjadi di atas 60 persen jika anak kuda sudah berusia satu bulan,” ucapnya.
Bartos yakin bahwa zebra - dan juga kuda peliharaan - memiliki strategi aborsi serupa. Ia dan timnya yakin bahwa kuda betina bisa ‘mengambil keputusan’ untuk menghentikan kehamilan.Aborsi yang dipicu oleh zat kimia alami merupakan fenomena yang sudah diketahui di dunia biologi. Fenomena yang disebut dengan efek Bruce telah diamati khususnya pada tikus di mana bau urin pejantan menyebabkan kehamilan tikus betina berhenti.
Meski mekanisme di balik tingginya tingkat aborsi pada zebra dan kuda pada umumnya belum diketahui, namun Bartos yakin bahwa temuannya mengungkapkan pesan yang sangat penting pada pemerhati kuda.“Praktek membawa kuda betina untuk inseminasi buatan atau membawa zebra jantan ke dalam kawanan kuda bukanlah tindakan yang benar,” ucap Bartos. “Praktek-praktek tersebut kemungkinan merupakan alasan penyebab tingginya persentase gangguan kehamilan pada kuda,” ucapnya.
0 komentar:
Posting Komentar